Monday, November 14, 2011

Lily's Disneyland Surprise!

Katie Clem bukanlah sutradara. Dia juga tak pernah masuk sekolah seni. Dia cuma ibu rumah tangga biasa dengan dua anak. Pada suatu hari dia mendatangi putrinya, Lily, yang hari itu berulang tahun pada usia 6 tahun. Itu bukan sebuah peristiwa luar biasa bukan?

Katie datang dengan kado ransel Barbie. Di dalamnya ada hadiah-hadiah berupa buku, kaus panjang, dan rok. Semua berbau Disney. Lily bersorak girang. Katie merekam detik demi detik Lily membongkar ransel hadiah itu serta reaksi bocah kecil yang lucu saat Katie mengabarkan bahwa hadiah terbesar ulang tahun itu adalah perjalanan ke Disneyland. Ini juga bukan “sesuatu banget”, bukan?

Video berdurasi 2 menit 57 detik itu baru menjadi “sesuatu” setelah diunggah ke YouTube dan kemudian menyebar hebat seperti virus. Orang pemasaran biasa menyebutnya viral marketing.



Dalam tiga pekan, Lily kecil menjadi selebritas di Internet. Videonya yang berjudul Lily's Disneyland Surprised! itu ditonton lebih dari 5,6 juta orang. Yang lebih penting lagi, orang tua Lily mendapat cukup banyak uang dari iklan di YouTube. Dari satu video iseng, Lily bisa kuliah “gratis”.

“Saya lelaki, sulit untuk tidak menangis melihat video ini,” kata Kentopoli, salah satu pengunjung laman video itu. Saya setuju dengannya. Berulang kali menontonnya tetap saja ada aliran air mata di pipi.

YouTube kini memang bisa menjadi mesin uang bagi orang-orang iseng atau orang-orang kreatif. Saat video Anda ditonton lebih dari sejuta orang, YouTube akan menawari pemasangan iklan di halaman video itu. Hasil iklan itu dibagi berdua separuh untuk YouTube, separuh lagi untuk pembuat video.

Sudah banyak orang iseng yang kejatuhan rezeki nomplok dari iklan YouTube. Lihat saja video "Suprised Kitty" yang ditonton 55 juta orang. Saat video itu diunggah, lalu disebarkan lewat Twitter dan Facebook, video itu tiba-tiba jadi hit. Demikian juga video "Double Rainbow", enam bulan setelah diunggah hanya ditonton 200 kali. Tapi, begitu Jimmy Kimmel, menyebarkan lewat Twitter, penontonnya langsung melonjak hingga 31 juta orang lebih.

YouTube = mesin duit. Ya, inilah cara YouTube melakukan monetize (menguangkan) halaman-halamannya. YouTube tak hanya berburu video lucu dari orang-orang iseng belaka. Mereka juga menggandeng penerbit media atau kantor berita.

Mei lalu, saya tercengang saat berkunjung ke kantor berita Associated Press di Washington. “Video adalah mesin uang baru kami,” kata bos AP di Washington.

Lalu dia memamerkan data-datanya. Video amatir soal tsunami di Jepang yang berjudul “Raw Video: Tsunami Slams Japan”, misalnya, hanya dalam 10 hari mencetak rekor 8,7 juta pengunjung dan terus bertambah.

YouTube juga “tunduk” pada hukum ekor panjang (long tail) yang disusun Chris Anderson. Video lama tetap mendatangkan pengunjung, dan tentu uang. Video tentang pengawal Clinton yang meninggal, misalnya, sudah diunggah sejak 3 tahun lalu, tapi masih ditonton lebih dari 5,5 juta orang dan menghasilkan iklan.

Andai Briptu Norman Kamaru tahu soal ini, mungkin ceritanya akan lain. Dia tak cuma panen uang dari hasil manggung di sana-sini. Tapi juga dari YouTube. Videonya sudah ditonton lebih dari 2,6 juta orang. Itu potensi yang besar untuk dijadikan mesin uang.

Video “David After Dentist”, video anak kecil yang pulang dari dokter gigi, bisa mendapat US$ 100 ribu (Rp 870 juta) dari iklan. Orang tua Lily pada tiga minggu pertama mendapat uang US$ 3.000 dari iklan YouTube dan banyak uang karena videonya dibeli Disney untuk iklan di TV.

0 comments:

Post a Comment