Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mempertanyakan niat perbankan dalam memajukan ekonomi bangsa, karena mereka masih enggan beri kredit murah ke sektor riil. Padahal bank sudah untung besar.
Hal ini disampaikan Ketua Umum HIPMI Raja Sapta Oktohari usai Bankers Dinner di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (9/12/2011) malam.
"Masalahnya, dia sudah untung banyak. Paling untung di ASEAN, tadi sudah disampaikan. Tetapi paling pelit. Gimana ceritanya? Kami pengusaha akan terus berteriak dan datangi satu persatu," kata Raja Sapta.
Teriakan ini merupakan aspirasi agar perbankan tidak melulu mementingkan keuntungan. Ada sisi lain, yang lebih besar. Menggerakan ekonomi bangsa, dengan aktifnya kegiatan di sektor riil.
"BI sendiri sudah notice. Bahwa bank-bank udah pada untung. Kok belum mau investasi kepada pengusaha sebagai salah satu penggerak ekonomi. Ada kegiatan-kegiatan yang konkrit yang dilakukan perbankan. Kita dalam kondisi bahaya, dengan adanya masyarakat ASEAN 2015 dan FTA-FTA," tegasnya.
Hingga kini HIPMI merasa, perbankan masih malas untuk menyalurkan kredit. Mereka lebih memilih penempatan DPK ke surat utang, yang tidak berdaya manfaat tinggi kepada masyarakat.
"Kita bisa bongkar semua di BI ini rekening bank-bank. Kita ini kan sesama bis kota, mestinya sama. Bank juga cari untung, tapi harus ada tindakan konkrit untuk mendongkrak ekonomi bangsa," tambahnya.
"Concern kita, pengusaha harus dapat tempat. Kita jadi tuan rumah di negeri sendiri. Dan hanya dapat dilakukan oleh dunia perbankan kita," paparnya.
Sekarang, apakah perbankan punya keberanian? Termasuk menurunkan tingkat bunga, agar penyaluran kredit bertambah besar.
"Memang pemerintah tidak boleh intervensi. Tapi mereka mau ga? Harus mau. Bahkan kita curiga mereka main mata. Ekonomi kita tidak hanya main aman. Sekarang momentum yang sangat baik untuk mendongkrak ekonomi bangsa. Jangan kita menjadi bangsa yang konsumtif, karena pasar domestik kita kuat. Jadilah bangsa produktif. Bagaimana caranya? Tingkatkan dunia usaha. Bagaimana akselerasinya? Bank pro aktif kepada dunia usaha," imbuhnya.
Sebelumnya, Gubernur BI, Darmin Nasution mengatakan kucuran kredit bank-bank dari total pembiayaan ke perusahaan-perusahaan sangat minim. BI mencatat tingginya aset industri perbankan belum mengimbangi peningkatan kontribusinya terhadap perekonomian.
"Pangsa kredit bank dari total pembiayaan ke perusahaan itu sangat minim. Untuk modal kerja hanya 25% dan investasi hanya 21% sisanya perusahaan pakai dana internal," kata Darmin.
"Sementara itu aset industri perbankan kita belum seimbang dengan peningkatan kontribusinya terhadap perekonomian. Ini karena terdapat bagian dari aset perbankan yang dari perspektif makro tidak produktif yaitu penempatan dalam instrumen moneter dan Surat Berharga Negara (SBN)," ucap Darmin.
Menurutnya, porsi penempatan bank di surat berharga itu sangat besar dan jadi tidak produktif. Per Oktober 2011 penempatan bank dalam SBN mencapai Rp 245,97 triliun sementara pada SBI sebesar Rp 418,48 triliun.
0 comments:
Post a Comment