Monday, December 19, 2011

Berita Anak Punk Aceh Dominasi Media Malaysia

Sejumlah surat kabar berpengaruh di Malaysia memberitakan kasus penangkapan anak punk (Public United Not Kingdom) di Banda Aceh. Berita tentang 'komunitas yang tak mengakui kedaulatan negara' itu dilengkapi dengan foto-foto anak punk Aceh saat dicukur rambutnya, maupun saat dimandikan di Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Seulawah, Aceh Besar.

Media-media Malaysia melansir foto tersebut dari Kantor Berita AFP. Mereka juga mengutip penilaian beberapa warga Aceh bahwa penanganan anak punk tersebut oleh polisi sudah tepat.

Surat Kabar Cosmo memberitakannya sebagai tajuk utama dengan judul “Nasib Budak Punk Indonesia”. Cosmo bahkan memasang tiga foto anak punk saat pembinaan sebagai foto master di cover depan koran tersebut.

Cosmo juga mengutip keterangan Wakil Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal yang mengatakan bahwa program ini merupakan upaya memulihkan akhlak anak-anak punk. Mereka juga akan dibina intensif sehingga diharapkan bisa kembali hidup normal sesuai dengan norma agama dan budaya orang Aceh.

Kehadiran anak punk dengan gaya rambut Mohawks, bertato, serta menggunakan celana jin ketat dan berantai, dalam pandangan Illiza, telah mencemarkan imej Provinsi Aceh yang berjuluk Serambi Mekkah.

Cosmo juga menulis keterangan Kapolda Aceh, Irjen Pol Iskandar Hasan bahwa pembinaan itu dilakukan untuk mencegah golongan belia (remaja) tersebut dari perilaku menyimpang dari agama. Selama ini anak punk, mengutip Kapolda, tidak pernah mandi dan tak pernah shalat. Jadi, tujuan pembinaan selama sepuluh hari di SPN Seulawah itu adalah supaya mareka berkelakuan baik dan berakhlak.

Cosmo mengutip pula satu paragraf tanggapan aktivis HAM Aceh, Evi Narti Zain yang menilai, penangkapan anak punk itu melanggar HAM.

Sementara itu, Surat Kabar Utusan Malaysia juga memasang foto punker sedang dicukur di halaman pertama. Mereka memberikan judul “Polisi Tahan 65 Pengikut Punk”. Utusan Malaysia juga memuat keterangan Illiza yang mangatakan keberadaan anak punk tidak seharusnya terjadi di Aceh yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Surat Kabar Berita Harian juga menulis tentang punk Aceh dengan judul “Aceh Kaunseling Belia Punk”. Berita Harian memasang foto punker saat dimandikan di kolam SPN.

Sementara Surat Kabar Berbahasa Inggris, Star di halaman 45 juga memuat foto punker Aceh saat dimandikan maupun saat sedang diberikan pengarahan oleh pelatih di SPN Seulawah.

Maraknya pemberitaan media massa Malaysia mengenai punk Aceh membuat kami mahasiswa Aceh di UPSI jenuh menjawab pertanyaan mahasiswa Malaysia terkait punk Aceh. “Di Aceh kan telah diberlakukan syariat Islam, masa anak punk ada di Aceh? Modernisasi boleh sahaja, namun tidak untuk westernisasi alias ikut-ikutan budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya kita yang berdasarkan tuntunan agama Islam,” ujar Mohammad Izwandi bin Zakaria.

Menurut akademisi ini, pembinaan terhadap punk yang dilakukan Pemko Banda Aceh dan Polda Aceh sudah tepat untuk menyelamatkan masa depan anak-anak punk khususnya dan menyelamatkan generasi penerus Aceh pada umumnya.

Izwandi juga menilai aneh jika dikatakan pembinaan dengan memberikann pencerahan agama terhadap komunitas punk justru diklaim melanggar HAM. “Sudah jelas budaya punk yang mengagung- agungkan kebebasan yang tidak sesuai dengan budaya Islam. Jadi sekarang, kita ikut HAM yang sesuai dengan selera Barat atau justru mengikuti perintah agama yang dijelaskan di dalam Alquran dan hadis?” ujarnya bertanya.

Begitulah. Pendeknya, isu punk Aceh bukan saja menjadi konsumsi utama koran-koran terkemuka di Malaysia, tapi bahkan menjadi bahan debat di kalangan akademisi dan pemuka agama Islam.

Berdasarkan literatur, punk berasal dari London yang kemudian berkembang ke Amerika dan negara-negara Eropa. Di negara Barat, keberadaan komunitas punk masih diperdebatkan karena kiprah mereka erat kaitannya dengan tindakan anarkis, vandalisme, dan kriminalitas.

0 comments:

Post a Comment